REVIEW BUKU BUMI MANUSIA
gambar header
|
Judul
|
:
|
Bumi
Manusia
|
Anak
Judul
|
:
|
-
|
|
Penulis
|
:
|
Pramoedya
Ananta Toer
|
|
Penerbit
|
:
|
Lentera
Dipantara
|
|
Terbit
|
:
|
10 Juli
2015
|
|
Halaman
|
:
|
538 halaman
|
|
Sinopsis
|
:
|
||
...
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini. "Kita kalah, Ma," bisikku. "Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya." | |||
***
“Pandangan umum juga cobaan. Sama seperti cobaan lainnya, akankah dihadapi atau justru melarikan ini? Perlukah ditanggapi atau diabaikan tanpa tapi? Terserah manusia, karena dia yang hidup di bumi ini bersama dengan segala pandangan umum yang meliputinya.”
Roman karya Pramoedya Ananta Toer ini telah diterbitkan dalam berbagai bahasa dan dicetak berulang kali. Yang telah selesai aku baca ini diterbitkan oleh Lentera Dipantara pada 2015. Sebenarnya, saat awal bergelut dengan drama perskripsian (sekitar 1 tahun lalu) buku ini sudah dipinjamkan teman untuk dibaca. Saat membaca beberapa halaman pertama, niat untuk membaca langsung hilang walau pun buku ini dikabarkan sangat populer dan jadi bacaan wajib untuk pecinta roman klasik. Kenapa? Karena di awal, rangkaikan kalimat yang digunakan agak sulit dinikmati, tidak seperti klasik terjemahan. Wajar, mungkin karena terjemahan, sang penerjemah sengaja memilih kalimat-kalimat yang mengalir dan mudah dipahami.
Akhirnya, buku ini dibiarkan berdebu sembari menuntaskan skripsi dan menunggu niat untuk membaca hadir lagi. Kemarin, setelah terbebas dari drama skripsi-sidang-revisian dan sudah berhenti kerja juga, dibacalah buku ini, seperti teman pengangguran untuk menikmati waktu luangnya.
Sekitar beberapa halaman pertama, kecepatan membacaku agak lambat, karena perlu menyesuaikan dengan gaya tulisan dan padanan kalimat yang digunakan penulis untuk mengisahkan ceritanya. Tapi, setelah terus membaca dan menikmati konflik-konflik yang dikisahkan, ternyata buku 551 halaman ini bisa selesai dibaca dalam 10 jam.
Sekitar beberapa halaman pertama, kecepatan membacaku agak lambat, karena perlu menyesuaikan dengan gaya tulisan dan padanan kalimat yang digunakan penulis untuk mengisahkan ceritanya. Tapi, setelah terus membaca dan menikmati konflik-konflik yang dikisahkan, ternyata buku 551 halaman ini bisa selesai dibaca dalam 10 jam.
Agak capek bacanya, karena masalah terus menerus datang. Tapi, menyenangkan juga setiap membaca cara para tokoh dalam menghadapi masalah-masalah itu. Tokoh-tokoh yang karakternya sangat kuat dan menonjol adalah Minke dan Nyai Ontosoroh. Memang sengaja di buat seperti itu, karena keduanya adalah Pribumi.
Tentang kisah cintanya, aku lebih tertarik pada cerita antara Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema (sebelum dia jadi gila setelah kedatangan anak sahnya dari Belanda). H. Mellema, walau membeli Nyai Ontosoroh dari keluarganya seperti budak belian, tidak memperlakukannya sebagai “Nyai-Nyai” pada umumnya. Dia mengajari Nyainya itu dengan berbagai pengetahuan. Rumah tangga yang sempurna (walau tidak sah), karena sang suami berperan sebagai guru yang tegas, baik, dan pengertian tentang hal-hal yang dibutuhkan muridnya dan sang istri pun pembelajar yang menurut juga haus ilmu sehingga keduanya bisa kompak dan bekerjasama mengembangkan bisnisnya. Walau hanya diceritakan dalam beberapa lembar, kisah mereka sangat mengesankan.
***
Ceritanya...
Minke, siswa klas 5 di H.B.S. diajak temannya, Robert Suurhof berkunjung ke rumah temannya di Wonokromo: Robert Mellema. Di sana, adiknya: Annelies Mellema yang sangat cantik membuat Minke jatuh cinta. Annelies dan Ibunya: Nyai Ontosoroh juga langsung menyukai Minke. Saat Minke akan kembali ke Surabaya, Nyai Ontosoroh yang dipanggilnya Mama itu menyuruhnya agar bisa berkunjung kembali dan bahkan tinggal di sana menemani Annelies yang kesepian dan tidak pernah punya teman.
Awalnya, konflik hanya terjadi dalam pikiran Minke saja. Dia berperang dengan batinnya sendiri tentang bagaimana dia kira orang akan melihat dirinya jika tinggal di rumah Nyai-Nyai. Atas saran dari Jean Marais, sahabatnya yang mantan Kompeni dan berkebangsaan Prancis itu, Minke kembali ke Wonokromo dan tinggal di sana.
Setelah itu, baru lah masalah-masalah lain yang selama ini diduganya dalam pikiran terjadi juga. Karena ingat ucapan Marais kalau “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil, sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan,” Minke tidak mudah menilai atau menyimpulkan sesuatu. Dan, ingat kata Bundanya yang berpesan agar selalu menyelesaikan apapun yang sudah ia mulai dan tidak lari dari masalah seperti kriminal, Ia selalu mengusahakan yang terbaik untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang bergiliran datang itu.
Karena dia seorang penulis, rata-rata konflik ia selesaikan dengan tulisannya yang diterbitkan media. Dengan cara itu, Minke selalu berhasil mengatasi masalah. Tapi, masalah terakhir tidak bisa ia selesaikan seperti sebelumnya.
Karena kalah dengan Hukum Putih, Minke dan Mama harus berpisah dengan Annelies. Artinya, cerita berakhir dengan menyedihkan.
Karena kalah dengan Hukum Putih, Minke dan Mama harus berpisah dengan Annelies. Artinya, cerita berakhir dengan menyedihkan.
***
Oh ya! Sama seperti karya klasik lainnya di mana penulis banyak menyisipkan makna-makna dalam paragraf yang ia tulis. Buku ini pun seperti itu. Selesai membacanya, pembaca akan mendapat banyak pengetahuan. Terutama tentang sudut pandang dalam melihat bumi manusia, tempat umat manusia hidup, berinteraksi, berperang, dll.
Berikut kutipan-kutipan bermakna dari buku Bumi Manusia:
…Bukan karena gila misteri. Telah aku timbang: belum perlu benar tampilkan diri di hadapan mata orang lain. (Minke, hal. 9).
…Kau harus berterimakasih pada segala yang memberimu kehidupan, kata Mama, sekali pun dia hanya seekor kuda. (Annelies, hal. 50).
Pendapat umum perlu dan harus diindahkan, dihormati, kalau benar. Kalau salah, mengapa dihormati dan diindahkan? Kau terpelajar, Minke, Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan… (Jean Marais, Hal. 77).
Cinta itu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membututinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya. (Jean Marais, Hal. 81).
Wanita lebih suka mengabdi pada kekinian dan gentar pada ketuaan; mereka dicengkram oleh impian tentang kemudaan yang rapuh itu dan hendak bergayutan abadi pada kemudaan impian itu. (Minke, hal. 89).
Kalau orang tak tahu batas, tuhan akan memaksanya tahu dengan cara-Nya sendiri. (Bunda, Hal. 189).
Tempuhlah jalan yang kau anggap terbaik. Hanya, jangan sakiti orang tuamu dan orang yang kau anggap tak tahu tentang segala sesuatu yang kau tahu. (Bunda, hal. 194).
Aku hanya menghendaki nikmat dari jerihpayahku sendiri. Yang lain tidak kuperlukan. Kehidupan senang bagiku bukan asal pemberian, tapi pergulatan sendiri. (Minke, hal. 231).
Lambat-lambat tapi pasti aku mulai mengerti: segala ketegangan ini hanya akibat keogahan membayar karcis untuk memasuki dunia kesenangan, dunia di mana impian jadi kenyataan. (Minke, hal. 282).
Bisa dimengerti: Setiap otodidak punya kegagalan menyolok. (Dokter Martinet, hal. 304).
Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dank au harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua. (Nenenda, hal. 310).
Nol, keadaan kosong. Dari kekosongan terjadi awal. Dari awal terjadi perkembangan sampai ke puncak, … (Magda Peters, hal. 322).
Dia seperti batu meteor yang melesit sendirian, melintasi keluasan tanpa batas, entah di mana kelak bakal mendarat, di planet lain atau kembali ke bumi, atau hilang dalam ketakterbatasan alam. (Magda Peters, hal. 348).
… dan, cinta tak lain dari sumber kekuatan tanpa bandingan, bisa mengubah, menghancurkan, atau meniadakan, membangun atau menggalang. (Dokter Martinet, hal. 373).
Sebagai orang pertama, Tuan berpikir, merancang, memberi komando. Sebagai orang kedua, Tuan penimbang, pembangkang, penolak, sebaliknya, bisa juga jadi pembenar, penyambut. … Tuang yang ketiga, – siapa dia? – itulah Tuan sebagai orang lain, sebagai soal, …, sebagai pelaksana, sebagai orang lain yang Tuan lihat pada cermin. (Dokter Martinet, hal. 379).
Sapi-sapi perah Nyai dalam mempersiapkan diri jadi sapi perah, sapi penuh, sapi dewasa, membutuhkan waktu hanya tiga sampai empat belas bulan. Bulan! Manusia membutuhkan belasan, malah puluhan tahun, untuk jadi manusia dewasa, manusia dalam puncak nilai dan kemampuannya. Ada yang tidak pernah jadi dewasa memang, hidup hanya dari pemberian seseorang atau masyarakatnya: orang-orang gila dan kriminal. Mantap-tidaknya kedewasaan dan nilai tergantung pada besar-kecilnya dan banyak-sedikitnya ujian, cobaan – si kriminil dan si gila itu – tidak pernah dewasa. Dan, sapi hanya tiga atau empat belas bulan persiapan – tanpa cobaan, tanpa ujian …” (Minke, hal. 392).
Siapa bisa jamin mereka tidak lebih keropos daripada selebihnya? Kan setiap orang punya rahasia pribadi, dibawanya terus sampai mati? (Minke, hal. 428).
Wanita adalah lambang kehidupan dan penghidupan, kesuburan, kemakmuran, kesejahteraan. Dia bukan sekedar istri untuk suami. Wanita sumbu pada semua penghidupan dan kehidupan berputar dan berasal. (Bunda, hal. 464).
***
Omong-omong, karena sudah tahu kalau buku ini akan segera difilmkan, jadi setiap membayangkan sosok Minke, pasti terbayangnya wajah Iqbal Ramadhan. Seharusnya dibaca sejak dulu, jadi bisa murni mengilistrasikan Minke dengan imajinasi pribadi.
Tapi, nggak ada salahnya juga. Setidaknya menghemat otak agar tidak terlalu memikirkan bagaimana seharusnya wajah dan perawakan Minke itu. Haha.
Komentar
Posting Komentar