MENGAWETKAN MAKANAN DENGAN SINAR



Selama ini, kita tahu kalau bahan pengawet kimia yang secara tidak langsung ikut kita konsumsi saat memakan produk kemasan, lambat laun akan berdampak buruk terhadap kesehatan. Namun, di sisi lain, penggunaan bahan pengawet pada makanan memang tidak bisa dihindari. Kenapa?
Karena makanan umumnya mudah rusak, baik disebabkan oleh pengaruh cuaca, serangan serangga mau pun mikroba. Maka dari itu, pengawetan makanan ini ditujukan untuk mencegah kerusakan berlanjut yang menyebabkan makanan rusak, membusuk, dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Sebenarnya, ada banyak teknik pengawetan makanan. Namun, yang selama ini kita tahu, makanan kemasan umumnya menggunakan bahan pengawet kimia. Mungkin karena pengawet berbahan kimia ini mempunyai sifat lebih stabil, lebih pekat dan penggunaannya lebih sedikit. Selain itu, makanan yang diawetkan oleh bahan kimia biasanya tahan lebih lama.
Tapi ternyata, selain bahan pengawet kimia, ada teknik pengawetan makanan lainnya yang membuat makanan tahan lebih lama. Bahkan dengan teknik ini, buah mangga pun bisa tahan selama satu tahun dalam suhu ruang.
Persis seperti apa yang dituliskan pada judul tulisan ini, pengawetan yang dimaksud itu adalah pengawetan dengan paparan sinar. Tapi, bukan sinar matahari apalagi sinar lampu, ya! Melainkan sinar gamma yang dihasilkan dari Cobalt-60.
Pada Catatan Perjalanan kali ini, aku akan menceritakan tentang pengalaman mengunjungi Gedung Iradiator milik Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di Puspiptek, Tangerang.
Jadi, tanggal 25 Agustus 2018 kemarin, aku berkesempatan mengunjungi gedung yang tahun lalu baru saja diresmikan oleh Wakil Presiden kita saat ini, Bapak Jusuf Kalla. Nah, di gedung ini para operator yang bertugas akan mengawetkan makanan dan produk-produk lainnya dengan teknik iradiasi.
Gedung Iradiator (sumber: dok. pribadi).

PENGAWETAN MAKANAN DENGAN TEKNIK IRADIASI (IRADIASI PANGAN)

Iradiasi merupakan teknik pengawetan makanan yang memanfaatkan teknologi nuklir. Di gedung iradiator ini, makanan dan produk lainnya yang akan diawetkan dengan cara dipaparkan pada sinar gamma yang dihasilkan dari berbagai sumber energi. Di sini, energi yang digunakan adalah Cobalt-60.
Sulit menjelaskan tentang nuklir, sinar gamma atau cobalt-60. Karena, selain bukan ahli pangan, aku juga sudah lama sekali tidak belajar Fisika
(alasan). Hehe.
Jadi, yang aku coba jelaskan di sini hanya tentang:
  1. Bagaimana bisa sinar membuat makanan menjadi awet?
  2. Bagaimana prosesnya?
Apa yang aku sampaikan, berdasarkan informasi yang aku dapat dari Pak Joko
(kalau tidak salah), yang menemani aku ngobrol di gedung iradiator ini.
Sederhananya, ada mikroorganisme yang hidup dalam setiap makanan. Mikroorganisme itu dapat berupa jamur atau bakteri. Dan, aktivitas (mungkin pertumbuhan dan perkembangan) mikroba tersebut yang menyebabkan makanan membusuk.
Awalnya agak sulit memahami tentang teknik iradiasi pangan. Bagaimana bisa sinar membuat makanan tetap awet? Tapi, saat Pak Joko menjelaskan kenapa makanan bisa membusuk, seperti yang aku paparkan di atas, aku langsung menebak:
Jadi..., sinar itu membunuh mikroba yang hidup dalam makanan. Karena makanannya sudah tidak ditinggali oleh mikroba lagi, makanya makanan tersebut bisa tahan bertahun-tahun tanpa bahan pengawet sekali pun?
Lalu, Pak Joko mengangguk mengiyakan dan tersenyum lega setelah sebelumnya hampir frustasi karena kesulitan menjelaskan teknik iradiasi dalam bahasa fisika yang digunakannya.

PROSES IRADIASI PANGAN DI GEDUNG IRADIATOR BATAN

Gedung Iradiator ini adalah gedung untuk melayani konsumen (biasanya perusahaan-perusahaan besar) yang berniat mengawetkan produknya dengan teknik iradiasi. Layanan ini terbuka untuk umum dan sudah digunakan oleh beberapa perusahaan herbal, kosmetik, dan makanan yang ada di Indonesia.
Tahapan dalam melakukan iradiasi terhadap suatu produk dimulai dengan:
1. Menerima produk yang akan diiradiasi
Perusahaan (tentunya yang sudah mendaftar dan mengurus berkas-berkas administrasi) akan membawa produknya ke gedung ini. biasanya dikemas dalam plastik kedap udara dan disimpan dalam dus-dus dengan ukuran seragam, seperti ini:
Dus kemasan (sumber: dok. pribadi).


2. Memasukkan dus berisi produk ke dalam tote
Dus-dus tersebut akan dimasukkan ke dalam wadah berbentuk tabung yang dinamakan tote:
Tote dan rel, tempat penyimpanan makanan yang akan diradiasi (sumber: dok. pribadi).

Mereka memiliki 74 tote dan satu tote mampu menampung 120 Kg. Tote-tote ini akan dipindahkan ke dalam ruang iradiator oleh rel yang merupakan bagian dari rangkaian mesin iradiator milik BATAN. Omong-omong, mesin ini dibeli di Hungaria, loh. Tapi proses perakitannya tetap di Indonesia, tentu saja.
3. Memasukkan tote ke dalam ruang iradiator
Tampak depan ruang iradiasi (sumber: dok. pribadi).

Di balik mesin ini, ada pintu kecil tempat tote-tote tersebut masuk dan berpindah satu per satu. Sayangnya, aku lupa mengambil gambar pintunya. Intinya, tote yang sudah berisi produk akan dipindahkan melalui rel dan masuk ke dalam ruang iradiator. Di sana, tote-tote itu akan disinari sampai proses iradiasi selesai.
Ruang operator (sumber: dok. pribadi).

Nah, mesin iradiator tersebut akan dioperasikan melalui ruangan  di sampingnya. Dari luar, ruang tersebut tampak seperti gambar di atas.

4. Menandai produk yang sudah selesai diiradiasi
Dus yang sudah diberi stiker, tanda selesai diiradiasi (sumber: dok. pribadi).

Setelah itu, dus-dus dalam tote akan segera dikeluarkan kembali dan diberi stiker bulat kecil berwarna merah untuk menandakan bahwa dus tersebut telah selesai diiradiasi. Selanjutnya, tinggal menunggu truk dari perusahaan pemilik produk menjemput mereka kembali untuk dibawa ke pabrik masing-masing dan dikemas di sana.
Karena sudah bebas mikroba, maka pihak perusahaan pun benar-benar memperhatikan sterilitas dalam proses pengemasannya. Kalau tidak, proses iradiasi yang memakan waktu berjam-jam tersebut akan percuma, karena lingkungan yang tidak steril tentu saja dapat membuat mikroba tumbuh kembali.




Komentar

Postingan Populer